Pelanggaran Dana Desa Didominasi Kesalahan Prosedur
By Admin
nusakini.com--Kesalahan pengelolaan dana desa hingga akhir tahun ini menunjukkan tren penurunan. Dari pengaduan yang diterima oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), pelanggaran pengelolaan dana desa lebih didominasi oleh kesalahan prosedur.
“Kami menerima laporan tentang dugaan pelanggaran pengelolaan dana desa hingga bulan November lalu sebanyak 2.299 baik melalui berbagai saluran seperti Satgas Dana Desa, hot line kementerian, maupun saluran lain,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendes PDTT, Anwar Sanusi, saat menjadi pembicara dalam panel diskusi yang merupakan rangkaian acara Rembuk Integritas Nasional (RIN) 2017 yang ketiga, di Yogyakarta, kemarin.
Anwar menjelaskan, laporan-laporan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh tim Kemendes PDTT dengan melakukan kajian dan penelitian lapangan. Dari situ diketahui jika 1.995 laporan merupakan laporan valid yang menunjukkan adanya masalah pengelolaan dana desa di lapangan. Sedangkan 304 laporan tidak didukung dengan bukti memadai.
“Dari 1.995 masalah, 747 masalah (37,44%) telah selesai ditangani dan 1.248 masalah (62,56%) masih dalam proses penanganan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, dari kajian Kemendes PDTT diketahui jika sebagian besar kesalahan pengelolaan dana desa didominasi oleh kesalahan azas dan prosedur yakni sebanyak 957 kasus, pelanggaran regulasi 438 kasus, dan kondisi force majeur sebanyak 60 kasus. Sedangkan kesalahan berupa penyalahgunaan dana desa sebanyak 267 kasus.
Terkait besaran penyimpangan dana, lanjut Sekjen hingga November ini mencapai Rp30.121.719.201. Dana yang dikembalikan sebesar Rp6.785.759.350. Belum dikembalikan sebesar Rp23.355.959.851.
“Sekilas dana yang disalahgunakan cukup besar. Tetapi jika dibandingkan dengan total dana desa yang dikucurkan sebesar Rp60 triliun, besaran dana tersebut relatif kecil,” ujarnya.
Kemendes PDTT, kata Anwar, terus berusaha meningkatkan pengawasan pengelolaan dana desa. Pengawasan itu dilakukan baik secara vertikal melalui aparatur pemerintah maupun secara horizontal dengan melibatkan peran serta masyarakat.
"Terkait pengawasan ada pendekatan vertikal seperti inspektorat daerah dan BPK. Sedangkan secara horizontal kita libatkan masyarakat dan perguruan tinggi,” ujarnya.
Setiap desa juga wajib menyampaikan laporan penggunaan dana desa melalui papan informasi yang dipasang di sudut-sudut desa. Dengan papan informasi tersebut, masyarakat bisa mengetahui rencana anggaran dan implementasinya di lapangan.
“Dengan demikian warga desa juga secara langsung bisa menegur aparat desa jika ternyata ada ketidaksesuaian rencana penggunaan dana desa dengan fakta di lapangan,” katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengatakan dana transfer dari pusat ke daerah sudah dialokasikan cukup besar. Dirinya pun berharap berharap pengawasan dan pemanfaatan dana desa melibatkan komponen masyarakat desa agar lebih efektif membangun dan meningkatkan perekonomian masyarakat desa.
"Perlu peningkatan pengawasan di daerah, yaitu peran internal auditor yang mampu menginduksi integritas pada lingkungannya dengan independensi dan kompetensi yg dimiliki. Maka mental dan motif harus dijadikan sebagai pondasi integritas," ujarnya.
Sementara itu, Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri, Nata Irawan, mengungkapkan tugas lembaganya untuk memastikan peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa. Pihaknya pun akan terus ikut serta dalam pengawasan dana desa.
"Kami dengan Kemendes PDTT dan Kemenkeu, untuk antisipasi dana desa, kami susun surat keputusan bersama agar penggunaan dana desa efektif efisien. Begitu juga dengan Polri, kami sama-sama melakukan pengawasan dan pengawalan," katanya.(p/ab)